Akhir-akhir ini kita dihebohkan dengan isu pelemahan rupiah terhadap mata uang asing terutama dollar AS bersamaan dengan rilis pertumbuhan ekonomi yang kurang memuaskan dan diawali dengan turunnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), indeks saham kita, yang terhempas dari puncaknya pada 20 Februari 2018 di level 6693 menuju level terendah tahun ini di angka 5557 pada 4 Juli 2018 lalu, yang bahkan berada dibawah rata-rata level tahun 2017.
IHSG 2018 - indopremier.com
Jika kita cermati lebih lanjut pelemahan rupiah disebabkan oleh beberapa faktor,dan dari sekian banyak faktor, yang memiliki dampak terbesar adalah kebijakan eksternal Amerika Serikat, terbukti tidak hanya rupiah saja yang melemah terhadap dollar AS akan tetapi beberapa mata uang diseluruh dunia khususnya regional asia juga mengalami pelemahan.Beberapa kebijakan negeri Paman Sam yang berdampak negatif terhadap rupiah antara lain adalah rencana kenaikan suku bunga acuan The Fed sebanyak tiga hingga empat kali yang dianggap terlalu agresif atau sering disebut dengan istilah "Hawkish" (The Fed atau Federal Reserve adalah Bank Sentral AS yang memiliki otoritas dibidang moneter), dalam ekonomi, pelaku ekonomi akan merespon setiap rencana kenaikan suku bunga meskipun baru sebatas wacana, hal ini dikarenakan pengumuman rencana kenaikan suku bunga tersebut mempengaruhi forecasting atau perkiraan kondisi perekonomian dimasa depan, dan pelaku ekonomi selalu merespon setiap insentif yang diberikan oleh pemerintah.Kenaikan suku bunga acuan di AS akan menarik lebih banyak investor ke negara tersebut karena menawarkan imbal hasil yang lebih menarik, dilain sisi, negara lain seperti Indonesia akan terkena dampak negatif karena jika pemerintah tidak merespon dengan menaikan suku bunga acuannya maka dapat dipastikan aliran dana asing akan keluar dari Indonesia.Kenaikan suku bunga acuan diAS bersamaan dengan kebijakan fiskal ekspansional berupa penurunan pajak telah menyebabkan yield obligasi pemerintah AS atau sering disebut US Treasury Bond naik menjadi 3,1% jauh melesat dari perkiraan BI sebesar 2,75%. hal inilah yang menyebabkan Capital Reversal yaitu pembalikan modal dari negara maju maupun emerging market seperti Indonesia menuju AS. Lalu, apa hubungan semua ini dengan konsep The Imposible Trinity"?. The Impossible Trinity atau Trilemma adalah konsep yang menyatakan bahwa sebuah negara harus memilih salah satu sisi dari sebuah segitiga yang masing-masing dari sisi tersebut adalah aliran modal bebas, kurs tetap (atau dapat diartikan juga mengatur kurs mata uangnya), dan kebijakan moneter independen, sehingga melupakan kelebihan dari sisi yang lain.
The Trilemma Triangle - investopedia.com
Seperti yang diketahui, Indonesia adalah penganut aliran modal (devisa) bebas ,bahkan bisa dibilang terlalu bebas, terutama sejak krisis pada tahun 1998.Aliran devisa dengan mudah keluar masuk dari Indonesia, hal tersebut dilakukan demi memperbaiki perekonomian diwaktu itu.Hingga sekarang, Indonesia adalah penganut rezim devisa bebas yang sangat memanjakan dana asing untuk masuk dan keluar dari Indonesia.Di Indonesia, kata-kata Capital Control adalah hal yang tabu untuk dibicarakan, ketika pemerintah memberlakukan Capital Control bahkan ketika hanya sebatas wacana saja maka dapat dipastikan akan terjadi kepanikan yang sangat besar,hal ini akan membuat investor menjadi tidak nyaman dan kemungkinan besar akan segera out dari Indonesia.Dengan demikian, pemerintah akan sangat kesulitan mengatur aliran devisa dengan kebijakan yang lebih ketat tanpa menyebabkan kepanikan di pasar. Risiko yang lebih besar akan timbul ketika para investor asing sudah tidak tertarik untuk berinvestasi di Indonesia, maka pasar keuangan akan jatuh dan rupiah dapat dipastikan semakin terpuruk.Sebagai penganut rezim devisa bebas maka sudah menjadi resiko bagi Indonesia apabila rupiah menjadi volatile mengikuti kinerja dari dollar AS.Hal ini tidak dapat dihindarkan, akan tetapi dapat diminimalisir. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah berusaha untuk mengurangi ketergantungan terhadap dollar AS. Hal tersebut dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan industri pengolahan komoditas dalam negeri , industri yang menyediakan bahan baku, dan industri yang menyediakan barang modal sehingga secara keseluruhan kebutuhan industri didalam negeri masih dapat terpenuhi dengan baik tanpa tergantung dengan impor yang menghabiskan cadangan devisa negara.
-||-